Senin, 08 Agustus 2016

Sejarah Asal Usul Desa Banyutengah

Desa Banyutengah adalah desa yang terletak di ujung paling barat dari Kabupaten Gresik, desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Panceng ini terletak diposisi paling jauh dari Kabupaten Gresik yang sebelah baratnya berbatasan dengan Desa Tlogo Sadang Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
Desa Banyutengah merupakan desa yang cukup subur, ketika musim hujan tiba air melimpah ruah tapi tidak sampai membuat desa ini terendam banjir seperti desa-desa yang lain, sebaliknya ketika musim kemarau datang airnya pun tidak pernah ada habisnya, air selalu ada untuk memenuhi kebutuhan hidup warga desa Banyutengah.
Bahkan tetangga desapun banyak sekali yang membutuhkan air dari Desa Banyutengah, apalagi jika musim kemarau sudah tiba. Sungguh suatu karunia ilahi yang tidak ternilai harganya dan kita sudah sepantasnya kalau mensyukuri nikmat-Nya, karena biasanya ketika musim kemarau tiba banyak yang kekurangan air dan sebaliknya ketika musim hujan datang banyak yang kelebihan air sehinggga menyebabkan banjir. Namun semua itu tidak pernah terjadi di desa Banyutengah.
Beberapa abad yang lalu, lokasi Desa Banyutengah tidaklah terletak pada lokasi yang sekarang ini, begitu juga nama Banyutengah bukanlah nama awal dari desa ini.
Letak pertama kali Desa Banyutengah ada disebelah barat dari Desa Dalegan, tepatnya di sebelah barat dari sebuah sumur yang cukup terkenal di Desa Dalegan yaitu Sumur Nangka, sebuah sumur tua yang keberadaannya masih ada sampai sekarang dan merupakan sumur andalan bagi warga desa Dalegan karena rasa airnya sangat enak, konon menurut cerita sumur nangka itu dibuat oleh seorang Wali Allah.
Ketika masih terletak disebelah barat dari sumur nangka, nama desanya adalah desa Kembu. Warga desa Kembu waktu itu masih terdiri dari beberapa Kepala Keluarga, sebagian besar dari mereka menggantungkan kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam (Bertani) dan sebagian yang lain dengan mencari ikan di laut (Nelayan). Tempat mencari ikan penduduk Desa Kembu yang dulunya hanya laut yang sepi seiring dengan perkembangan zaman sekarang telah berubah menjadi tempat wisata andalan dari kabupaten Gresik dengan nama Tempat Wisata Pasir Putih.
Bercocok tanam (bertani) dan mencari ikan di laut (Nelayan) ini mereka jadikan pekerjaan utama bagi warga desa Kembu ketika itu, sebagai mata pencaharian pokok dan sekaligus sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena penduduknya giat bekerja dan lahannya juga subur maka tidak mengherankan kalau hasil pertanian mereka melimpah ruah, ibaratnya tidak akan habis dimakan anak cucu, meskipun kehidupan mereka cukup pangan namun warga desa Kembu tidak merasa nyaman hidupnya, karena hasil pertanian mereka sering menjadi sasaran pencurian oleh warga desa yang ada disekitarnya. Apabila malam tiba dan disekeliling mereka gelap gulita maka mereka sudah mulai merasa gelisah dengan keamanan hasil panennya.
Beberapa kali upaya pencurian tersebut dapat digagalkan tapi tidak jarang juga hasil pertanian mereka hilang musnah dibawa kabur sipencuri. Melihat situasi yang demikian, maka beberapa sesepuh desa mengadakan rundingan, atas nasehat Sunan Kalijaga ketika itu, dan demi kemaslahatan bersama akhirnya disepakati bahwa Desa kembu diadakan relokasi dan pindah ke lokasi baru yang terletak di sebelah Timur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Banyutengah sekarang.
 Pindah tempat (relokasi) tahap pertama ini terjadi sebelum Pemerintah Kolonial Belanda menjajah Indonesia, di tempat baru ini warga Desa Kembu mulai menata kehidupan kembali meraka bergotong royong Mbabat Alas untuk membuka lahan baru baik untuk pemukiman penduduk maupun untuk lahan pertanian. Ditempat baru inilah warga desa Kembu mengalami masa-masa yang sangat menyenangkan karena hal-hal yang pernah terjadi dulu tidak pernah mereka alami lagi, warga desa hidup dengan tentram dan damai sampai beberapa dekade. Hasil panennya melimpah ruah bisa dikatakan pada waktu itu masyarakat Desa Kembu mengalami hidup Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo.
Bersamaan dengan kepindahan penduduk warga desa Kembu di tempat yang baru Sunan Kali Jaga juga mendirikan masjid yang terletak disebelah utara desa Kembu di Lokasi Pemakaman Umum Desa Banyutengah sekarang. Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Agama Islam terkenal sangat pandai memikat hati orang, beliau mengadakan pendekatan dari hati ke hati. Dengan melalui gending-gending dan tembang-tembang akhirnya mereka bisa mengenal agama yang baru yaitu agama Islam.
Dimata mereka Sunan Kalijaga adalah sosok seorang pemimpin yang penuh dengan kesederhanaan, seorang pemimpin yang bisa dijadikan panutan, karena kesabaran dan kearifannya, maka tidak heran kalau pengikut sunan Kalijaga semakin lama semakin banyak.
Demikian juga waktu mendirikan masjid, untuk tahap awal supaya mereka mau mengerjakan sholat maka bangunan masjidnya diberi dua arca yang berhadap-hadapan di pintu masuknya, dengan cara inilah mereka mau mendatangi masjid dan mengerjakan sholat berjamaah. Selain membangun masjid Sunan Kalijaga juga membuat sumur sebagai sarana pelengkap keberadaan masjid. Dengan dibangunnya sebuah masjid Sunan Kalijaga berharap masyarakat Desa Kembu bisa mengenal ajaran agama Islam lebih jauh dan sekaligus menjalankan ajaran agama Islam.
Dalam menyebarkan agama Islam Sunan Kalijaga mempunyai seorang pengikut yang setia yaitu Kyai Macan Poleng, Kyai Macan Poleng diperintahkan untuk menjaga masjid dan melestarikan nilai-nilai agama Islam yang telah diajarkan oleh Sunan Kalijaga sekaligus menjadi guru Agama di tempat itu.
Sunan Kali Jaga berpesan kepada Kyai Poleng untuk selalu mengisi Padasan ( Tempat Wudlu ) sebagai syarat sebelum melaksanakan sholat, beliau juga berpesan pada waktu mengisi air dipadasan tersebut tidak boleh sembarangan waktunya, tapi harus diisi tepat pada waktu tengah malam. Maksudnya ketika mengisi padasan tersebut supaya tidak diketahui oleh orang lain agar orang yang mau melaksanakan sholat dan ingin berwudlu merasa tenang dan tidak terganggu dengan masalah air.
Bertahun-tahun Kyai Macan Poleng melaksanakan perintah Kanjeng Sunan Kali Jaga tersebut, tapi pada suatu malam dengan tiada menyangka sedikitpun disaat Kyai Macan Poleng mengisi air padasan, melintaslah salah satu muridnya dan melihat apa yang dikerjakan oleh Kyai Macan Poleng. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi orang itu menyapa Kyai Macan Poleng.
Maka sejak saat itulah padasan tersebut tidak pernah penuh airnya, walaupun setiap waktu Kyai Macan Poleng mengisinya, airnya selalu saja setengah, demikian juga sebaliknya air di padasan tersebut juga tidak pernah berkurang sedikitpun selalu saja setengah walaupun dipakai untuk berwudlu oleh orang sekampung.
Sejak kejadian itu maka akhirnya Kyai Macan Poleng Mengganti nama desa Kembu menjadi desa Mbetengah, krida basa dari banyu ingkang tetep setengah yang artinya air yang senantiasa setengah.
Semakin hari kehidupan masyarakat Mbetengah semakin tentram selain kebutuhan pangan mereka tercukupi, batin mereka juga sudah tenang karena mereka sudah mengenal ajaran Agama Islam dan kebanyakan meraka sudah menjalankan kewajiban-Nya.
Sayang kehidupan yang seperti itu tidak berlangsung lama, ketenangan mereka terusik setelah Pemerintah Kolonial Belanda menjajah Indonesia, apalagi setelah diterapkannya kerja Paksa ( Rodi ) yang diterapkan pemerintah Kolonial Belanda ketika membuat jalan raya Deandles yang secara kebetulan terletak persis disebelah selatan desa Mbetengah.
Takut, was-was selalu menghantui perasaan setiap warga desa Mbetengah belum lagi perampasan hasil panen mereka yang dilakukan dengan semena-mena. Pasrah dengan keadaan, marah yang tertahan serta benci yang mendalam berbaur menjadi satu, itulah gambaran kehidupan warga Desa Mbetengah sehari-harinya.
Karena begitu banyaknya warga Desa Mbetengah yang kena wajib mengikuti kerja Paksa (Rodi) serta perlakuan yang kasar dan kondisi yang tidak nyaman akibat intimidasi-intimidasi pemerintahan kolonial Belanda, serta kesengsaraan-kesengsaraan warga yang sudah tidak tahan dengan siksaan-siksaan yang diluar batas kemanusiaan maka para sesepuh desa Mbetengah mengadakan rundingan untuk mancari tempat baru guna memulai kehidupan yang lebih baik.
Dan akhirnya dengan pertimbangan banyak hal maka desa Mbetengah pindah lagi ke lokasi baru yang terletak di sebelah utara desa Mbetengah. Dan di tempat inilah lokasi terakhir perpindahan desa Mbetengah sampai akhirnya berkembang menjadi sebuah desa yang besar seperti sekarang ini.
Dari tahun ke tahun nama desa Mbetengah semakin dikenal oleh warga desa di sekitarnya sebagai desa yang selalu terpenuhi kebutuhan airnya baik di saat musim kemarau panjang apalagi di musim hujan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman nama Mbetengah berubah menjadi Banyutengah ketika pemerintah kolonial Belanda menerapkan aturan yang mewajibkan kepemilikan surat hak tanah bagi semua penduduk yang ada di bawah kekuasaan jajahannya termasuk penduduk desa Mbetengah.
Pada saat pembuatan surat tanah itulah nama Mbetengah berubah menjadi Banyutengah, sebuah nama baru yang merupakan hasil ijtihad dari para sesepuh desa yang tentunya sudah disesuaikan dengan Tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar, meskipun berubah nama tapi esensi ( Krida Basa dan makna ) dari nama tersebut tidak mengalami perubahan sedikitpun.

5 komentar: