Desa Banyutengah adalah desa yang terletak di ujung paling barat dari
Kabupaten Gresik, desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Panceng ini
terletak diposisi paling jauh dari Kabupaten Gresik yang sebelah
baratnya berbatasan dengan Desa Tlogo Sadang Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan.
Desa Banyutengah merupakan desa yang cukup subur, ketika musim hujan
tiba air melimpah ruah tapi tidak sampai membuat desa ini terendam
banjir seperti desa-desa yang lain, sebaliknya ketika musim kemarau
datang airnya pun tidak pernah ada habisnya, air selalu ada untuk
memenuhi kebutuhan hidup warga desa Banyutengah.
Bahkan tetangga
desapun banyak sekali yang membutuhkan air dari Desa Banyutengah,
apalagi jika musim kemarau sudah tiba. Sungguh suatu karunia ilahi yang
tidak ternilai harganya dan kita sudah sepantasnya kalau mensyukuri
nikmat-Nya, karena biasanya ketika musim kemarau tiba banyak yang
kekurangan air dan sebaliknya ketika musim hujan datang banyak yang
kelebihan air sehinggga menyebabkan banjir. Namun semua itu tidak pernah
terjadi di desa Banyutengah.
Beberapa abad yang lalu, lokasi Desa Banyutengah tidaklah terletak
pada lokasi yang sekarang ini, begitu juga nama Banyutengah bukanlah
nama awal dari desa ini.
Letak pertama kali Desa Banyutengah ada
disebelah barat dari Desa Dalegan, tepatnya di sebelah barat dari sebuah
sumur yang cukup terkenal di Desa Dalegan yaitu Sumur Nangka, sebuah
sumur tua yang keberadaannya masih ada sampai sekarang dan merupakan
sumur andalan bagi warga desa Dalegan karena rasa airnya sangat enak,
konon menurut cerita sumur nangka itu dibuat oleh seorang Wali Allah.
Ketika masih terletak disebelah barat dari sumur nangka, nama desanya
adalah desa Kembu. Warga desa Kembu waktu itu masih terdiri dari
beberapa Kepala Keluarga, sebagian besar dari mereka menggantungkan
kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam (Bertani) dan sebagian yang
lain dengan mencari ikan di laut (Nelayan). Tempat mencari ikan penduduk
Desa Kembu yang dulunya hanya laut yang sepi seiring dengan
perkembangan zaman sekarang telah berubah menjadi tempat wisata andalan
dari kabupaten Gresik dengan nama Tempat Wisata Pasir Putih.
Bercocok tanam (bertani) dan mencari ikan di laut (Nelayan) ini mereka
jadikan pekerjaan utama bagi warga desa Kembu ketika itu, sebagai mata
pencaharian pokok dan sekaligus sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, karena penduduknya giat bekerja dan lahannya juga
subur maka tidak mengherankan kalau hasil pertanian mereka melimpah
ruah, ibaratnya tidak akan habis dimakan anak cucu, meskipun kehidupan
mereka cukup pangan namun warga desa Kembu tidak merasa nyaman hidupnya,
karena hasil pertanian mereka sering menjadi sasaran pencurian oleh
warga desa yang ada disekitarnya. Apabila malam tiba dan disekeliling
mereka gelap gulita maka mereka sudah mulai merasa gelisah dengan
keamanan hasil panennya.
Beberapa kali upaya pencurian tersebut dapat digagalkan tapi tidak
jarang juga hasil pertanian mereka hilang musnah dibawa kabur sipencuri.
Melihat situasi yang demikian, maka beberapa sesepuh desa mengadakan
rundingan, atas nasehat Sunan Kalijaga ketika itu, dan demi kemaslahatan
bersama akhirnya disepakati bahwa Desa kembu diadakan relokasi dan
pindah ke lokasi baru yang terletak di sebelah Timur Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU) Banyutengah sekarang.
Pindah tempat (relokasi) tahap pertama ini terjadi sebelum Pemerintah
Kolonial Belanda menjajah Indonesia, di tempat baru ini warga Desa Kembu
mulai menata kehidupan kembali meraka bergotong royong Mbabat Alas
untuk membuka lahan baru baik untuk pemukiman penduduk maupun untuk
lahan pertanian. Ditempat baru inilah warga desa Kembu mengalami
masa-masa yang sangat menyenangkan karena hal-hal yang pernah terjadi
dulu tidak pernah mereka alami lagi, warga desa hidup dengan tentram dan
damai sampai beberapa dekade. Hasil panennya melimpah ruah bisa
dikatakan pada waktu itu masyarakat Desa Kembu mengalami hidup Gemah
Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo.
Bersamaan dengan kepindahan penduduk warga desa Kembu di tempat yang
baru Sunan Kali Jaga juga mendirikan masjid yang terletak disebelah
utara desa Kembu di Lokasi Pemakaman Umum Desa Banyutengah sekarang.
Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Agama Islam terkenal sangat pandai
memikat hati orang, beliau mengadakan pendekatan dari hati ke hati.
Dengan melalui gending-gending dan tembang-tembang akhirnya mereka bisa
mengenal agama yang baru yaitu agama Islam.
Dimata mereka Sunan Kalijaga adalah sosok seorang pemimpin yang penuh
dengan kesederhanaan, seorang pemimpin yang bisa dijadikan panutan,
karena kesabaran dan kearifannya, maka tidak heran kalau pengikut sunan
Kalijaga semakin lama semakin banyak.
Demikian juga waktu mendirikan masjid, untuk tahap awal supaya mereka
mau mengerjakan sholat maka bangunan masjidnya diberi dua arca yang
berhadap-hadapan di pintu masuknya, dengan cara inilah mereka mau
mendatangi masjid dan mengerjakan sholat berjamaah. Selain membangun
masjid Sunan Kalijaga juga membuat sumur sebagai sarana pelengkap
keberadaan masjid. Dengan dibangunnya sebuah masjid Sunan Kalijaga
berharap masyarakat Desa Kembu bisa mengenal ajaran agama Islam lebih
jauh dan sekaligus menjalankan ajaran agama Islam.
Dalam menyebarkan agama Islam Sunan Kalijaga mempunyai seorang pengikut
yang setia yaitu Kyai Macan Poleng, Kyai Macan Poleng diperintahkan
untuk menjaga masjid dan melestarikan nilai-nilai agama Islam yang telah
diajarkan oleh Sunan Kalijaga sekaligus menjadi guru Agama di tempat
itu.
Sunan Kali Jaga berpesan kepada Kyai Poleng untuk selalu mengisi Padasan
( Tempat Wudlu ) sebagai syarat sebelum melaksanakan sholat, beliau
juga berpesan pada waktu mengisi air dipadasan tersebut tidak boleh
sembarangan waktunya, tapi harus diisi tepat pada waktu tengah malam.
Maksudnya ketika mengisi padasan tersebut supaya tidak diketahui oleh
orang lain agar orang yang mau melaksanakan sholat dan ingin berwudlu
merasa tenang dan tidak terganggu dengan masalah air.
Bertahun-tahun Kyai Macan Poleng melaksanakan perintah Kanjeng Sunan
Kali Jaga tersebut, tapi pada suatu malam dengan tiada menyangka
sedikitpun disaat Kyai Macan Poleng mengisi air padasan, melintaslah
salah satu muridnya dan melihat apa yang dikerjakan oleh Kyai Macan
Poleng. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi orang itu menyapa Kyai Macan
Poleng.
Maka sejak saat itulah padasan tersebut tidak pernah penuh airnya,
walaupun setiap waktu Kyai Macan Poleng mengisinya, airnya selalu saja
setengah, demikian juga sebaliknya air di padasan tersebut juga tidak
pernah berkurang sedikitpun selalu saja setengah walaupun dipakai untuk
berwudlu oleh orang sekampung.
Sejak kejadian itu maka akhirnya Kyai Macan Poleng Mengganti nama desa
Kembu menjadi desa Mbetengah, krida basa dari banyu ingkang tetep
setengah yang artinya air yang senantiasa setengah.
Semakin hari kehidupan masyarakat Mbetengah semakin tentram selain kebutuhan pangan mereka tercukupi, batin mereka juga sudah tenang karena mereka sudah mengenal ajaran Agama Islam dan kebanyakan meraka sudah menjalankan kewajiban-Nya.
Semakin hari kehidupan masyarakat Mbetengah semakin tentram selain kebutuhan pangan mereka tercukupi, batin mereka juga sudah tenang karena mereka sudah mengenal ajaran Agama Islam dan kebanyakan meraka sudah menjalankan kewajiban-Nya.
Sayang kehidupan yang seperti itu tidak berlangsung lama, ketenangan
mereka terusik setelah Pemerintah Kolonial Belanda menjajah Indonesia,
apalagi setelah diterapkannya kerja Paksa ( Rodi ) yang diterapkan
pemerintah Kolonial Belanda ketika membuat jalan raya Deandles yang
secara kebetulan terletak persis disebelah selatan desa Mbetengah.
Takut,
was-was selalu menghantui perasaan setiap warga desa Mbetengah belum
lagi perampasan hasil panen mereka yang dilakukan dengan semena-mena.
Pasrah dengan keadaan, marah yang tertahan serta benci yang mendalam
berbaur menjadi satu, itulah gambaran kehidupan warga Desa Mbetengah
sehari-harinya.
Karena begitu banyaknya warga Desa Mbetengah yang kena wajib mengikuti
kerja Paksa (Rodi) serta perlakuan yang kasar dan kondisi yang tidak
nyaman akibat intimidasi-intimidasi pemerintahan kolonial Belanda, serta
kesengsaraan-kesengsaraan warga yang sudah tidak tahan dengan
siksaan-siksaan yang diluar batas kemanusiaan maka para sesepuh desa
Mbetengah mengadakan rundingan untuk mancari tempat baru guna memulai
kehidupan yang lebih baik.
Dan akhirnya dengan pertimbangan banyak hal maka desa Mbetengah pindah
lagi ke lokasi baru yang terletak di sebelah utara desa Mbetengah. Dan
di tempat inilah lokasi terakhir perpindahan desa Mbetengah sampai
akhirnya berkembang menjadi sebuah desa yang besar seperti sekarang ini.
Dari tahun ke tahun nama desa Mbetengah semakin dikenal oleh warga desa
di sekitarnya sebagai desa yang selalu terpenuhi kebutuhan airnya baik
di saat musim kemarau panjang apalagi di musim hujan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman nama Mbetengah
berubah menjadi Banyutengah ketika pemerintah kolonial Belanda
menerapkan aturan yang mewajibkan kepemilikan surat hak tanah bagi semua
penduduk yang ada di bawah kekuasaan jajahannya termasuk penduduk desa
Mbetengah.
Pada saat pembuatan surat tanah itulah nama Mbetengah berubah menjadi
Banyutengah, sebuah nama baru yang merupakan hasil ijtihad dari para
sesepuh desa yang tentunya sudah disesuaikan dengan Tata Bahasa
Indonesia yang baik dan benar, meskipun berubah nama tapi esensi ( Krida
Basa dan makna ) dari nama tersebut tidak mengalami perubahan
sedikitpun.
Baru tau sejarah desa banyu tengah padahal tiap hari di lewati hhhha
BalasHapusWalah gek ngerti padahal asli kono
BalasHapusWalah gek ngerti padahal asli kono
BalasHapusDanyang.e g ditulis
BalasHapusVersi kurang kuat
BalasHapus